Tuesday, July 9, 2019

PERJALANAN MENGGUNAKAN KAWAT GIGI (PART 1)

Hai! Pada post kali ini, aku mau sharing perjalananku menggunakan kawat gigi atau behel (braces). Sebenarnya, sejak dulu SMP, almarhum bapak saya sudah menyuruh saya untuk memasang kawat gigi agar gigi saya rapih (baca di sini untuk membaca journey lain saya mengenai kematian Bapak (http://dentirizki15.blogspot.com/2019/05/painful-enough-but-made-me-stronger.html). FYI, gigi saya sangat tidak rapih.. bukan gingsul atau gigi terlalu berdempetan satu sama lain, melainkan gigi saya memiliki gap yang cukup kentara. Apalagi gigi seri depan bagian atas saya.. bagian tengahnya ada gap sekitar 0,3 cm dan terdapat gusi yang memanjang di antara kedua gigi tersebut. Banyak yang salah mengira bahwa gigi saya berlubang dan karies.. padahal bukan sama sekali :")

Saya melakukan riset melalui internet mengenai pemasangan kawat gigi. Saya menemukan dua RSGM di Bandung, yakni RSGM UNPAD di Jl. Sekeloa dan RSGM Kota Bandung di Jl. Riau. Akhirnya, saya memutuskan untuk melakukan kunjungan ke RSGM Kota Bandung di Jl. Riau. Hal ini dikarenakan saya melihat di website RSGM Kota Bandung mengenai tarif pemasangan kawat gigi yang hanya berkisar 5,9 juta. Harga tersebut tergolong murah sekali.. Akhirnya, pada tanggal 09 Juli 2019 saya mendatangi RSGM Jl. Riau tersebut.



Saya datang pukul 08.00 WIB dan antriannya sangat sangat tidak manusiawi. Saya juga diarahkan untuk melakukan pemeriksaan seperti tekanan darah, berat dan tinggi badan, serta alergi terhadap obat oleh mas-mas di lantai 1. Setelah itu baru kita kembali menunggu antrian di depan. Lalu, saya diarahkan ke lantai 3 di bagian ruang tunggu ortodonti. Menunggu nya sangat lama banget haha. Di karcis saya tertera saya antrian no 1 tetapi saya tidak kunjung dipanggil. Pukul 11.00 WIB barulah saya dipanggil dan saya disuruh memilih dokter (ada 4 dokter, saya awalnya pilih Ibu Mia tetapi kata perawat antriannya panjang sehingga saya memilih random Ibu siapa gitu lupa). Dan inilah awal nasib sial saya.


Pukul 11.30 WIB saya dipanggil lagi dan dipersilakan masuk. Ruangannya cukup besar dan terdapat 4 kursi gigi. Saya diarahkan perawat ke bagian kursi yang paling ujung dan saya sekilas melihat ibu-ibu yang maaf kurang ramah. Saya dipersilahkan duduk. Ketika ibu dokter tersebut memeriksa rongga mulut saya, ia langsung berkomentar dengan nada kurang ramah, "Wah. ini mah susah. kamu kenapa baru sekarang mau make behel?"
"Wah baru kepikiran bu"
"Gusi kamu yang bagian tengah ini harus dipotong. Gusi bawah juga terlalu menjorok keluar. Saya ga bisa ini. Udah ya kamu ke RSGM UNPAD aja. Beda dikit kok harganya."

WHAT THE FUCK haha :(. Saya menyesal banget huhu... saya pun membayar di bawah 60 ribu dan pulang dengan kecewa. Lalu, tiba-tiba saya kepikiran apa ke RSGM UNPAD aja langsung ya untuk tanya-tanya dan sekedar tahu. Kebetulan, RSGM UNPAD ini berlokasi di Jalan Sekeloa yang tidak jauh dari kost saya tinggal, yakni sekitar 1,5 km. Setiba saya di RSGM UNPAD, saya mengambil nomor antrian. Namun karena sedang waktu istirahat (saat itu pukul 12.00 siang dan resepsionis baru kembali buka pukul 13.00), saya memutuskan untuk makan siang di kantin dulu untuk membunuh waktu (bosan euy dari pagi dah nunggu dengan jengkel di RSGM Jl. Riau).

Pukul 12.45 saya kembali ke resepsionis dan duduk di sofa empuk sembari membaca novel. Pukul 13.15 barulah nomor antrian saya dipanggil dan saya ditanyai oleh resepsionis.
"Mau ada keperluan apa teh?"
"Saya mau ke ortodonti kak"
"Mau yang residen atau spesialis"
Nah, untungnya saya sudah melakukan riset terlebih dahulu sehingga saya tau bahwa dokter residen adalah dokter gigi yang sedang mengambil spesialis ortodonti dalam kasus ini.
"Beda tarifnya berapa ya kak?"
"Kalau residen 5-6 juta, kalau spesialis 8,9 hingga 13 juta"
"berapa lama waiting listnya untuk yang residen?"
"Satu tahun, teh."

Bloody hell wkwk. Saya dilema sih sebenarnya.. karena saya bingung kalau saya ambil residen memang murah sih.. tetapi itu artinya saya baru akan dibehel saat semester 7 di mana saya sudah akan lulus dari ITB hehe. Karena perawatan ortodonti seperti ini memakan waktu paling tidak 1-3 tahun, dan kalau saya mengambil yang residen dan saya sudah lulus, berarti saya harus tetap stay di Bandung hingga perawatan selesai. Lagian, saya itu tipe orang yang bakal ngelakuin sesuatu kalau lagi mau. Nah, ini saya lagi mau banget dan lagi niat, kalau saya tunda-tunda keburu saya mager lagi hehe. Akhirnya saya mengiyakan untuk melakukan perawatan oleh dokter spesialis. Namun, ternyata dokter ortodonthi sedang tidak ada di tempat saat itu sehingga saya disuruh kembali keesokan harinya.

Untuk ke part-2: https://dentirizki15.blogspot.com/2019/07/perjalanan-menggunakan-kawat-gigi-part-2.html

No comments:

Post a Comment

Blog ini hanya memperbolehkan berkomentar dengan santun . Blog ini memperbolehkan anda untuk mempromosikan blog anda di komentar ini . Karena saya akan berkunjung balik ke blog anda . Mohon jangan menulis spam . Terima kasih

 
Images by Freepik